Selasa, 16 Oktober 2012

Sejarah Gereja di Filipina

SEJARAH DI FILIPINA
Oleh: Trenget Juko Yefendi Daud Franciscus Bancin





Pendahuluan


Filipina adalah satu-satunya negara di Asia yang penduduknya mayoritas beragama Kristen (Katolik dan Protestan). Filipina adalah negara bekas jajahan Spanyol (dan kemudian Amerika, bila dapat disebut demikian). Pemerintah Spanyol sangat mendukung pekabaran Injil di negeri jajahannya.


Adalah penting untuk mempelajari sejarah perkembangan kekristenan di negara ini, untuk mendapatkan masukan penting pagi perkembangan gereja selanjutnya. Sekalipun harus diakui bahwa pengaruh konteks budaya setempat memikili peran penting, namun tidak dapat disangkal bahwa perkembangan kekristenan di Filipina adalah fenomenal.


Berbeda dengan negara-negara Asia lainnya, bangsa Filipina pada umumnya penganut animisme, sehingga belum ada agama formal yang mendarah daging dalam bentuk kebudayaan yang kuat yang menentang kekristenan. Inilah faktor utama dari pesatnya perkembangan kekristenan di negara tersebut.







Perkembangan Awal


Pekabaran Injil merupakan motivasi utama yang mendorong penjajahan Felipe II, seorang Katolik Roma yang saleh dan bersemangat memperjuangkan kekuasaan Gereja Katolik Roma. Pada tahun 1595, Filipina dibagi menjadi beberapa wilayah misi, tiap wilayah di bawah satu ordo, sehingga mereka tidak perlu saling bersaing. Sisi ini penting untuk kita perhatikan berkenaan dengan perkembangan kekristenan di Indonesia. Bila kita mau belajar dari misi pertama di Filipina, seharusnya kita sadar bahwa kita tidak perlu untuk saling bersaing antar aliran gereja, bahkan antar gereja. Perpecahan tidak perlu terjadi kalau kita memiliki perspektif yang sama, yaitu membangun Kerajaan Allah, bukan kerajaan diri sendiri atau denominasi sendiri.[1]

Strategi yang dipakai oleh para penginjil Spanyol antara lain adalah dengan kebijakan reduccion (atau transmigrasi dalam arti khusus), yaitu mengumpulkan orang Filipina dari berbagai desa untuk menetap dalam kota dimana mereka lebih mudah diperintah dan diajari iman Katolik. Metode pertanian baru diajarkan, misalnya irigasi, peternakan dan pembajakan guna meningkatkan kehidupan masyarakat.
 .

Pada abad ke-19 timbul pertikaian antara rahib (biarawan) dengan pastor ‘sekuler’ (yang bukan anggota ordo). Pertikaian tersebut mempengaruhi gerakan kemerdekaan di Filipina. Kebanyakan rahib adalah orang Spanyol, sedangkan para pastor ‘sekuler’ adalah orang Filipina. Akibatnya, para tokoh nasionalis Filipina menganggap para rahib Katolik sebagai tenaga utama penjajah.


Sebenarnya para rahib diutus sebagai tenaga misi, sehingga mereka memiliki kweajiban mendewasakan jemaat yang pada gilirannya menyerahkan tampuk kepemimpinan gereja kepada pemimpin ari Filipina sendiri. Namun kenyataannya, para rahib tetap tinggal I tempat pelayanan semua dan menjadi kaya. Salah satu hal yang tidak semestinya adalah bahwa jemaat dikenakan biaya tinggi untuk pelayanan sakramen. Karena hal itulah maka terjadi pertikaian dan berlanjut ke revolusi. Pada tahun 1767, semua orang Yesuit diusir dari seluruh wilayah jajahan Spanyol. Akibatnya memang terjadi kekosongan pelayan yang sangat menyulitkan Gereja Roma Katolik di Filipina.
 Ini adalah pelajaran yang penting untuk diperhatikan. Panggilan sebagai seorang hamba Tuhan adalah panggilan yang mulia. Tetapi bila kerakusan nafsu manusiawi mendapatkan tempat, maka yang terjadi adalah penyelewengan panggilan dan kemudian status sebagai hamba Tuhan dimanfaatkan untuk kepentingan diri dan kelompoknya sendiri.



Gereja pada Masa Penjajahan Amerika


Setelah itu, pada tahun 1898 terjadi perang antara Apanyol dengan Amerika. Mei 1898 Angkatan Laut Amerika menghancurkan armada Spanyol di teluk Manila. Ketika Spanyol kalah, maka cita-cita Filipina merdeka justru kandas karena akhirnya Amerika menguasai Filipina.


Motivasi Amerika Serikat menguasai Filipina merupakan campurn alasan strategi, perdagangan dan misi . Kebijakan pemerintah Amerika sangat berbeda dengan Spanyol. Ada kebebasan beragama dan juga pemisahan gereja dengan negara. Konsep tersebut tampak dalam kebijakan pendidikan. Tahun 1901 kapal pengangkut AS membawa 600 orang guru dari Amerika. [2]


Dengan kebijakan ini maka Gereja Roma Katolik di Filipina harus menyesuaikan diri dengan kebijakan baru tersebut. Status sebagai gereja negara dicabut dan menjadi setara dengan gereja-gereja lainnya.
 


Dengan terpisahnya urusan agama dan negara, maka gereja menjadi berkembang pesat. Uskup Methodis James Thoburn datang ke Manila thun 1899. diadakan KKR untuk para tentara
Amerika. Kemudian dilanjutkan oleh Arthur Prautch yang juga mengadakan pertemuan-pertemuan penginjilan yang terbuka bagi siapa saja. Gereja-gereja lain juga berkembang dengan pesat.


Banyak orang Katolik pindah ke Protestan dengan alas an politik. Orang Filipina berbondong-bondong masuk Gereja Protestan sebagai tanda kemandirian dan kebebasan dari imperialisme Spanyol. Namun dalam situasi ini terjadi ketegangan antara rohaniawan Filipina dengan pekabar Injil dari Amerika. Situasi ini diperparah dengan kemarahan orang Filipina terhadap kekuasaan Amerika di negaranya. Inilah yang menimbulkan perpecahan gereja di sana.

Perkembangan pada Masa 1945-Sekarang


Pembaruan gereja Katolik Roma sejak Konsili Vatikan II mempengaruhi perkembangan Gerej Katolik Roma di Filipina. Pendidikan kepemimpinan diberikan porsi penting bagi kaum awam. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan orang Katolik untuk memainkan peran penting dalam masyarakat. Beberapa organisasi awam muncul pada saat itu, di antaranya: Chatolic Action, Student Catolic Action, dll.[3]
 


Sedangkan dari sisi Protestan, perkembangannya bergerak dalam dua macam keadaan yang saling bertentangan – di satu pihak ada upaya untuk saling bersatu dan bekerjasma, namun di pihak lain sering terjadi perpecahan di dalam gereja.



Kesenjangan ekonomi antara Gereja Mandiri Filipina (yang memiliki banyak anggota tetapi miskin) dan Gereja Episkopal Filipina / Anglikan (yang memiliki anggota lebih sedikit namun kaya) sangat terasa.



Namun di tengah perkembangan yang demikian, usaha penginjilan mendapat ‘angin segar’ dan badan-badan penginjilan dan pemerlengkapan kaum awam bertumbuh dengan pesat. Gereja-gereja Protestan berkembang secara dramatis sejak tahun 1970-an. Salah satu factor pendukungnya adalah pekabaran Injil yang agresif dalam konteks jaman yang diwarnai dengan perubahan yang terus menerus dan ketidaktentuan. Dalam situasi demikian Injil mendapatkan tempat di hati orang Filipina.


Kesimpulan

Perkembangan kekristenan di Filipina dapat berkembang dengan pesat karena beberapa faktor. Pertama adalah bahwa pada awal masuknya kekristenan, orang Filipina belum memeluk agama resmi dan masih menganut animisme. Faktor kedua yang penting adalah bahwa gerakan penginjilan yang agresif dan antusias. Peranan kaum awam ketika dilibatkan secara signifikan juga menjadi faktor pendorong kemajuan kekristenan.






Kepustakaan

Ruck, Anne. Sejarah Gereja Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006
Tuggy, A.L., The Philippines Church: Growth in a Changing Society. Grand Rapids: Eerdmans, 1971




[1] Ruck, Anne. Sejarah Gereja Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006

[2] Tuggy, A.L., The Philippines Church: Growth in a Changing Society. Grand Rapids: Eerdmans, 1971

[3] Ruck, Anne. Sejarah Gereja Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006